Suaraham.com I Kaltim – Persatuan Wartawan Indonesia Kalimantan Timur (PWI Kaltim) menilai pernyataan Edy Mulyadi dalam kasus ‘jin buang anak’ bukanlah produk jurnalistik. PWI Kaltim menilai ucapan Edy adalah opini, Sabtu (29/1/2022).
Menurut Endro PWI Kaltim Endro S Efendi, Itu konteks menyampaikan pendapat, opini. Bukan produk jurnalistik. Karena jelas menyudutkan satu pihak tanpa konfirmasi pihak lain. Bukan dalam konteks diskusi juga.
Endro pun mempersilakan jika Edy meminta perlindungan Dewan Pers dan mengaku pernyataannya dilontarkan dalam kapasitas dirinya sebagai wartawan. Endro menuturkan tinggal menunggu sikap Dewan Pers.
“Ya karena dia mengaku pers, pendekatan menggunakan UU Pers. Dan yang melaksanakan dan mengawal UU Pers kan Dewan Pers, sudah semestinya kita menunggu penilaian Dewan Pers,” ucap Endro.
Namun Endro berharap Dewan Pers melihat permasalahan secara objektif dan adil.
“Jangan sampai satu atau dua oknum wartawan membuat tatanan kehidupan pers berantakan. Kami berharap Dewan Pers melihat kasus ini secara objektif dan benar-benar memberikan penilaian fair,” tegas dia.
Endro kemudian menyampaikan Edy Mulyadi semestinya memberi contoh kepada insan pers generasi muda. Dia menyayangkan ucapan Edy Mulyadi.
“Sebagai wartawan senior, sepatutnya menjadi contoh kami yang muda-muda, yang masih belajar menjadi wartawan profesional,” ujar Endro.
Endro menyebutkan sikap tak setuju atas pemindahan ibu kota negara semestinya bisa disampaikan Edy berdasarkan kajian ilmiah. “Bisa disampaikan alasan penolakan secara rasional dan berdasarkan kajian ilmiah. Bukan justru menyakiti hati warga Kaltim dengan menyebut daerah ini sebagai tempat jin buang anak,” imbuh dia.
Endro mengungkapkan Kaltim telah memberi kontribusi bagi pembangunan. “Setelah menikmati hasil kekayaan Kaltim dengan segala fasilitas yang mewah, kemudian menyebut Kaltim sebagai tempat jin buang anak. Ini kan sudah keterlaluan,” kata Endro.
Terakhir, Endro menyampaikan sikap para wartawan senior di Kaltim yang juga menyesalkan pernyataan Edy. Endro mengingatkan, Indonesia Bhinneka Tunggal Ika sehingga tak boleh ada kelompok lain yang merasa lebih hebat dari kelompok masyarakat lainnya.
(*)