MAKASSAR | SUARAHAM – Kapolsek Biringkanaya, Kompol Nico Ericson Reinhold, diduga menunjukkan sikap kurang humanis saat dikonfirmasi terkait penahanan truk milik Muh. Yusuf.
Tak hanya itu, Kompol Nico juga telah dilaporkan oleh kuasa hukum Muh. Yusuf, Musakkar, ke Propam Polda Sulsel.
Saat dikonfirmasi oleh wartawan pada malam hari lewat Whatsapp, Kapolsek Biringkanaya memilih bungkam dan hanya membagikan tautan berita sebagai tanggapan.
Alih-alih memberikan penjelasan secara langsung, ia lebih memilih untuk mengirimkan link berita, yang dinilai sebagai bentuk menghindari pertanyaan dan sekaligus promosi.
Tak hanya itu, keesokan harinya pada pukul 11:09 siang hari kopolsek biringkanaya mengirimkan pesan whatsapp kepada wartawan media online mengundang untuk menjelaskan terkait kendaran truk yang di titp dan di amankan polsek biringkanaya dengan alasan tak bisa di jelaskan semuanya kalau lewat whatsapp.
Sebelumnya Kapolsek Biringkanaya, Kompol Nico Ericson Reinhold, dilaporkan ke Propam Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Senin, 17 Februari 2025.
Laporan tersebut diajukan oleh pengacara asal Kabupaten Pinrang, Musakkar, yang menuduh Nico telah menyalahgunakan wewenangnya.
Menurut Musakkar, Kapolsek Biringkanaya diduga menahan truk milik kliennya, Muh. Yusuf, tanpa dilengkapi surat penahanan atau penyitaan yang sah.
Kronologi Kejadian
Pada 21 Januari 2025, truk dengan nomor polisi DD-8457-SK milik Muh. Yusuf sedang dalam perjalanan dari Pinrang ke Makassar mengangkut rumput laut. Namun, dalam perjalanan, truk mengalami kerusakan di wilayah hukum Polsek Biringkanaya.
Saat itu, sekelompok debt collector datang dan berusaha menarik truk tersebut dengan alasan adanya tunggakan cicilan. Namun, karena tidak ada dasar hukum yang jelas, Musakkar menolak permintaan tersebut, sehingga truk tidak jadi ditarik.
“Debt collector kemudian menghubungi pihak kepolisian. Tak lama kemudian, personel Polsek Biringkanaya bernama Rusmin datang dan berupaya menahan truk tersebut dengan alasan adanya laporan fidusia dari pihak leasing sejak Desember 2024,” ujar Musakkar.
Ia menolak permintaan tersebut karena tidak ada surat penyitaan atau penahanan yang sah.
“Saya meminta agar mereka menunjukkan surat penyitaan atau penahanan. Karena tidak bisa menunjukkan dokumen resmi, akhirnya truk tidak jadi dibawa ke Polsek,” jelasnya.
Truk Tetap Ditahan di Polsek
Setelah truk diperbaiki, kendaraan itu dibawa ke gudang untuk membongkar muatan. Namun, saat keluar dari gudang, personel Satlantas Polsek Biringkanaya tiba-tiba menahan truk dan membawanya ke Polsek, lalu menerbitkan surat tilang.
Ketika Musakkar hendak membayar denda tilang, pihak Satlantas menolak memberikan kode BRIVA dengan alasan bahwa hal itu merupakan atensi dari Kapolsek Biringkanaya.
“Dalam surat tilang bahkan tertulis ‘AP Kapolsek’, yang berarti ‘Atas Perintah Kapolsek’. Kami hanya diminta menemui Kapolsek tanpa ada kejelasan prosedural,” tegasnya.
Musakkar akhirnya menunggu sidang tilang pada 14 Februari 2025, sementara truk tetap ditahan di Polsek Biringkanaya. Setelah sidang selesai dan denda tilang dibayarkan ke Kejaksaan, ia kembali ke Polsek untuk mengambil truk. Namun, pihak kepolisian tetap menolak menyerahkan kendaraan tersebut.
“Mereka mengatakan bahwa penahanan truk adalah atas perintah Kapolsek Biringkanaya dan meminta saya menemui anggota reskrim bernama Aipda Rusmin. Karena saya anggap ini sudah menyalahi aturan, maka saya langsung melaporkan Kapolsek ke Propam Polda Sulsel,” ujarnya.
Konfirmasi Pihak Kepolisian
Saat dikonfirmasi, personel Polsek Biringkanaya, Aipda Rusmin, membenarkan bahwa pihaknya menahan truk tersebut karena adanya laporan dari pihak leasing terkait fidusia.
Namun, ketika ditanya mengapa laporan dibuat di Polsek Biringkanaya padahal akad kredit dilakukan di Pinrang, ia beralasan bahwa truk tersebut sering beroperasi di wilayah tersebut.
“Kalau memang mau dilimpahkan ke Polda, nanti akan dilimpahkan ke Polda,” ujarnya singkat.
Di ketahui pada putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 menyatakan selama belum ada kesepakatan tentang adanya cedera janji antara debitur dan kreditur, maka tidak boleh dilakukan penarikan secara sepihak
MK menegaskan, dengan demikian, leasing tidak bisa melalukan eksekusi sendiri dengan bantuan kepolisian.
Pihak kreditur tidak bisa melakukan eksekusi sendiri secara paksa misalnya dengan meminta bantuan aparat kepolisian menangani apabila cedera janji