Krisis Air Baku di Balikpapan, PTMB Desak Pemerintah Pusat Bertindak

BALIKPAPAN | SUARAHAM – Kota Balikpapan terus berupaya agar krisis air baku yang semakin mendesak mendapat perhatian dari pemerintah pusat. Langkah terbaru dilakukan dengan berdiskusi bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, di mana Perumda Tirta Manuntung Balikpapan (PTMB) menyampaikan langsung kondisi darurat ini kepada Komite IV DPD RI dalam kunjungan kerja ke Kalimantan Timur.

Direktur Utama PTMB, Yudhi Saharuddin, menegaskan bahwa semua sumber daya air baku di Balikpapan telah dimanfaatkan secara maksimal. Kini, satu-satunya harapan adalah mengambil sumber air dari luar wilayah Balikpapan, seperti Sungai Mahakam atau Bendungan Sepaku Semoi.

“Kami mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), yang menyatakan bahwa pemerintah pusat bertanggung jawab atas SPAM yang bersifat strategis nasional dan lintas provinsi. Sementara pemerintah daerah mengelola sistem penyediaan air minum di wilayahnya masing-masing,” jelas Yudhi.

Karena itu, rencana pengambilan air baku dari Sungai Mahakam berada di luar kewenangan Balikpapan dan membutuhkan intervensi pemerintah pusat. Yudhi berharap Komite IV DPD RI dapat menyuarakan permasalahan ini sehingga pengadaan sumber air baku Balikpapan dapat ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN).

“Krisis air baku di Balikpapan sudah sangat darurat. Ini bukan hanya tentang kebutuhan masyarakat, tetapi juga terkait dengan penyediaan air layak konsumsi,” tegasnya.

Berbeda dengan daerah lain yang memiliki sumber mata air alami, kondisi geografis dan jenis tanah di Balikpapan membuatnya sulit mendapatkan air bersih. “Kalau kami melakukan pengeboran, yang keluar bisa jadi malah gas atau minyak, bukan air,” imbuhnya.

Yudhi juga membandingkan kinerja PDAM Balikpapan dengan PDAM Kabupaten Bandung, yang memiliki jumlah pelanggan hampir sama—118 ribu pelanggan di Bandung dan 117 ribu di Balikpapan. Namun, pendapatan PDAM Balikpapan lebih besar dan masuk dalam 10 besar PDAM kategori sehat yang melayani lebih dari 100 ribu pelanggan.

“Tantangan terbesar kami tetap kekurangan air baku. Hal ini membatasi kami untuk menambah layanan atau pelanggan baru, bahkan belum membahas layanan untuk industri, seperti perhotelan, pusat perbelanjaan, dan proyek lainnya yang masih mengandalkan air PDAM,” jelasnya.

Dengan masuknya Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, menurutnya, seharusnya persoalan air di Balikpapan yang menjadi pintu gerbang dan kota penyangga IKN mendapat perhatian lebih.

Yudhi menegaskan bahwa pengambilan air dari Sungai Mahakam dan Bendungan Sepaku Semoi memerlukan biaya besar, yang tidak mungkin ditanggung sendiri oleh Balikpapan hanya dengan APBD. “Kami berharap perhatian dari pemerintah provinsi dan pusat melalui DPD RI, agar solusi krisis air baku ini segera terealisasi,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *