JAKARTA | SUARAHAM – Dunia teknologi Amerika Serikat mengalami guncangan besar setelah Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif terbaru yang disebut-sebut sebagai yang paling agresif dalam 100 tahun terakhir.
Kebijakan ini langsung mengguncang pasar saham, terutama sektor teknologi. Sejak diumumkan pada 2 April 2025, indeks Nasdaq 100 telah merosot 16% dalam enam minggu terakhir, menguapkan kapitalisasi pasar senilai USD1,4 triliun.
Beberapa raksasa teknologi terdampak signifikan. Saham Apple merosot 9,3% dan menghapus lebih dari USD310 miliar dari nilai pasar perusahaan. Nvidia dan Broadcom juga mengalami penurunan tajam, sementara saham perusahaan semikonduktor seperti Micron Technology Inc. dan Microchip Technology Inc. anjlok lebih dari 16%.
Penyebab utama gejolak ini adalah ketergantungan perusahaan teknologi AS pada rantai pasok dari Asia, terutama untuk chip dan komponen elektronik. Tarif baru yang dikenakan terhadap impor dari China dan Taiwan mencapai masing-masing 54% dan 32%, sedangkan Vietnam dan India dikenai tarif sebesar 26%.
Kondisi ini membuat banyak perusahaan menghadapi pilihan sulit: menaikkan harga jual produk, atau menanggung lonjakan biaya yang bisa memangkas margin keuntungan.
“Kebijakan ini adalah skenario terburuk untuk industri teknologi. Saya rasa ini belum mencapai titik terendah. Ketidakpastian akan terus membayangi hingga ada perubahan kebijakan,” ujar Paul Stanley, Kepala Investasi di Granite Bay Wealth Management, kepada Bloomberg.
Namun tidak semua sektor terkena dampak sama besar. Perusahaan perangkat lunak seperti Microsoft dan Workday hanya mengalami penurunan ringan karena keterpaparan mereka terhadap rantai pasok global jauh lebih kecil.
Di tengah kepanikan pasar, sebagian investor justru melihat peluang. Jason Britton, Kepala Investasi di Reflection Asset Management, menyebut kondisi ini sebagai momen yang tepat untuk membeli saham-saham perusahaan kuat dengan harga diskon.
“Saya baru saja membeli saham yang saya incar kemarin. Bagi investor jangka panjang, kondisi seperti ini justru menarik,” katanya.
Sementara itu, kebijakan Trump yang mendorong relokasi manufaktur kembali ke dalam negeri menambah tantangan baru bagi industri. Analis memperkirakan Apple butuh waktu hingga tiga tahun dan biaya sekitar USD30 miliar hanya untuk memindahkan 10% rantai pasoknya dari Asia ke Amerika Serikat. Produksi domestik ini juga diperkirakan akan meningkatkan harga produk, termasuk iPhone.
Dengan tekanan dari berbagai arah—tarif tinggi, ketergantungan global, dan pasar yang tidak stabil—perusahaan teknologi Amerika kini berada di persimpangan jalan. Tanpa kepastian regulasi dan strategi baru yang adaptif, masa depan industri ini tetap menjadi tanda tanya besar.