MAROS | SUARAHAM – Kecelakaan lalu lintas kembali terjadi di ruas jalan poros Kecamatan Lau, Kabupaten Maros, tepatnya di wilayah Pute.
Insiden ini diduga kuat disebabkan oleh pengerjaan proyek jalan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang dilakukan tanpa pemasangan rambu peringatan maupun pengamanan sesuai standar operasional prosedur (SOP).
Peristiwa nahas tersebut terjadi pada Jumat malam, 14 Juni 2025, ketika seorang pengendara melintasi ruas jalan yang tampak gelap tanpa adanya tanda-tanda pengerjaan. Akibatnya, korban tidak menyadari adanya pengerukan dan terlindas bus sejauh lima meter.
Menurut keterangan warga sekitar, insiden semacam ini bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, sejumlah kecelakaan juga telah dilaporkan terjadi di lokasi yang sama akibat minimnya rambu dan pengamanan proyek.
Merespons kejadian ini, organisasi Garis Indonesia mengecam keras kelalaian yang terjadi dan menuntut pertanggungjawaban dari Kementerian PUPR, Balai Pelaksana Jalan Nasional (BP2JN) Sulawesi Selatan, serta kontraktor pelaksana proyek.
“Ini jelas kelalaian fatal. Jalan dikeruk tanpa rambu atau pengamanan, sangat membahayakan nyawa orang lain. Ini pelanggaran SOP. Kami menuntut aparat penegak hukum (APH) serta Kementerian PUPR untuk segera mencopot Kepala Balai BP2JN Sulsel,” tegas Fahrul, Ketua Advokasi Garis Indonesia.
Fahrul juga mengingatkan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, setiap pekerjaan jalan wajib disertai rambu dan pengamanan. Dalam kasus ini, pelaksana proyek diduga melanggar Pasal 273 ayat (2) yang menyebut:
“Dalam hal perbuatan yang merusak atau mengganggu fungsi jalan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, pelaku dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00.”
Selain itu, pelaksana proyek juga dapat dijerat Pasal 359 KUHP:
“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mati, dihukum penjara paling lama lima tahun.”
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak PUPR, BP2JN Sulsel, maupun kontraktor pelaksana proyek.
Garis Indonesia mendesak:
Aparat penegak hukum segera melakukan investigasi menyeluruh.
Kementerian PUPR dan Ditjen Bina Marga membuka transparansi soal pemeliharaan jalan oleh BP2JN Sulawesi Selatan.
Kepala Balai BP2JN Sulawesi Selatan segera dicopot dari jabatannya.
Kontraktor pelaksana bertanggung jawab secara hukum terhadap korban.
Penegakan supremasi hukum tanpa tebang pilih terhadap pelanggaran keselamatan publik.
“Kasus ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah dan seluruh pelaksana proyek infrastruktur untuk tidak mengabaikan aspek keselamatan publik. Keamanan pengguna jalan adalah tanggung jawab bersama, dan kelalaian sekecil apa pun dapat berujung pada hilangnya nyawa,” tutup Fahrul.