DAERAH  

F Sule Toding: Kami Tak Lagi Merasa Aman di Rumah Sendiri, Dimanakah Hukum Berpihak?

MAROS | SUARAHAM — Rasa kecewa dan trauma mendalam masih membekas dalam diri F. Sule Toding, istri dari Budiman S, korban dugaan penganiayaan dan perusakan yang terjadi di kediaman mereka di Dusun Panaikang, Desa Moncongloe, Kabupaten Maros.

Insiden yang terjadi pada Jumat malam, 10 Mei 2025 sekitar pukul 22.40 WITA itu, diduga melibatkan tujuh pelaku yang melempari rumah dengan batu dan melakukan kekerasan terhadap Budiman.

Empat hari setelah kejadian, tepatnya pada 14 Mei 2025 pukul 10.00 WITA, F. Sule Toding mendatangi Polsek Moncongloe untuk melaporkan ketakutan dan tekanan psikologis yang ia alami. Namun, niatnya untuk membuat laporan secara resmi justru tidak ditindaklanjuti.

Penyidik yang menerima saat itu katanya, yakni Kanit Reskrim Ipda Suharno bersama Brigpol Sukardi, menyarankan agar Sule Toding tidak membuat laporan baru, melainkan memperkuat keterangan dalam laporan Budiman yang sudah lebih dahulu masuk.

“Kami hanya ingin keadilan, tapi seolah diarahkan untuk diam,” ujar Sule Toding dengan nada getir.

Akibat arahan tersebut, laporan terpisah dari dirinya tak diterima. Ia hanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus suaminya. Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Sule Toding secara tegas menyampaikan telah terjadi pelemparan batu, perusakan rumah dan mobil, serta penganiayaan terhadap suaminya oleh sekelompok orang.

Namun harapan akan keadilan kembali pupus. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) usai gelar perkara di Polres Maros, perkara tersebut hanya dikenakan pasal penganiayaan, tanpa menyinggung unsur pengeroyokan dan perusakan yang disebutkan dalam keterangan saksi dan pelapor.

Warga Bertanya, Hukum Harus Menjawab

Pihak keluarga melayangkan sejumlah pertanyaan yang hingga kini belum terjawab oleh aparat:

Mengapa keterangan saksi tentang pelemparan batu dan perusakan tidak tercermin dalam hasil gelar perkara?

Apa maksud penyidik menyarankan korban agar “berpikir dulu kenapa merasa tidak nyaman tinggal di rumah sendiri”?

Apakah saat gelar perkara, barang bukti seperti batu, foto kerusakan, visum, dan daftar tujuh terduga pelaku dipertimbangkan secara serius?

Mengapa hanya pasal penganiayaan yang dikenakan, padahal kejadian melibatkan lebih dari satu pelaku dan disertai perusakan?

Apa kesimpulan pihak kepolisian tentang motif pelaku melakukan aksi tersebut?

Ini bukan sekadar soal hukum, ini soal keselamatan kami sebagai warga negara. Kalau rumah kami diserang dan hukum tak hadir, ke mana lagi kami harus mengadu?” ujar Sule Toding.

Keluarga Siap Tempuh Jalur Hukum Lanjutan

Tidak ingin kasus ini berakhir setengah hati, keluarga Budiman menyatakan akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas. Mereka juga membuka kemungkinan untuk mengadukan persoalan ini ke instansi penegak hukum yang lebih tinggi jika ditemukan indikasi pengabaian fakta atau penyempitan unsur pidana.

Kami akan terus menuntut keadilan. Kasus ini jangan dipersempit hanya menjadi penganiayaan. Ini sudah menyangkut rasa aman dan hak kami sebagai warga negara,” tegas Sule Toding.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *