Dugaan Kasus Korupsi Kades Benteng Malewang Mandek, APH dan Pemda Bulukumba Dituding Main Mata

BULUKUMBA | SUARAHAM – Penegakan hukum di Kabupaten Bulukumba kembali dipertanyakan. Kepala Desa Benteng Malewang, Kecamatan Gantarang, Askar, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi dan pemalsuan dokumen, hingga kini belum juga tersentuh hukum. Aroma perlindungan kekuasaan pun makin menyengat.

Sudah tujuh bulan masyarakat menanti keadilan. Sejak Januari 2025, kantor desa disegel sebagai bentuk protes warga atas hilangnya kepercayaan terhadap kepemimpinan Kades Askar.

Namun, bukannya kejelasan hukum yang mereka dapat, justru sikap bungkam, tarik-ulur, dan dugaan kuat adanya perlindungan sistematis dari oknum pemerintahan dan aparat penegak hukum (APH).

Pada 9 Maret 2025, masyarakat secara resmi melaporkan 15 dugaan korupsi ke Inspektorat, Kejaksaan, dan Unit Tipikor Polres Bulukumba. Namun hanya Inspektorat yang merespons, itupun setengah hati.

Laporan makin menguat pada 27 Maret 2025 ketika seluruh kepala dusun di desa itu melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangan oleh Kades Askar. Bukti berupa dokumen pertanggungjawaban (LPJ) honor fiktif diserahkan langsung ke Inspektorat. Lima kepala dusun mengaku tak pernah menandatangani dokumen tersebut, bahkan tak menerima dana sepeser pun.

Tetapi hingga pertengahan Juli, tidak satu pun dari laporan itu membuahkan hasil. APH seolah menutup mata, dan Kades Askar tetap melenggang tanpa sanksi.

Pada aksi masyarakat 11 Juni 2025, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bulukumba berjanji akan memberhentikan Kades jika terbukti korupsi dan memalsukan dokumen. Namun nyatanya, hingga kini, tak ada Plt yang ditunjuk, tak ada surat pemberhentian, tak ada tindakan.

Ironisnya, meski Inspektorat telah menyatakan adanya kerugian negara per 30 Juni 2025, nilai kerugian itu ditutup rapat. Alasannya? “Hanya boleh diketahui Pak Bupati.”

Lebih janggal lagi, Askar mengajukan pengunduran diri sementara pada 26 Juni dengan dalih ingin fokus menyelesaikan tuduhan. Tapi tidak ada kejelasan: apakah pengunduran diri itu sah secara hukum? Siapa pengganti sementaranya? Pemerintah tak memberi jawaban.

Heri Syam, tokoh pemuda Benteng Malewang, menilai mandeknya kasus ini sebagai bukti kuat adanya kolusi antara sang Kades dan oknum di Pemda serta APH.

“Sudah ada laporan masyarakat, ada pemalsuan tanda tangan, bahkan sudah ada audit kerugian negara. Tapi apa hasilnya? Tidak ada! Bahkan mundur pun tidak ada tindak lanjut. Pemerintah seperti sedang mempermainkan keadilan,” ujarnya dengan nada kecewa.

Masyarakat bahkan telah menyetor surat perkembangan kasus ke Kejaksaan dan Tipikor pada 21 Juni. Namun hingga kini, sunyi senyap. Tak ada kabar, tak ada respons.

Yang Bersalah Dilindungi, yang Melapor Ditekan, Alih-alih mendukung warga yang bersuara, pemerintah justru kerap meminta masyarakat “tenang dan menempuh jalur sesuai aturan.” Seruan yang terdengar hipokrit di tengah diamnya institusi yang mestinya menegakkan hukum.

Apakah suara rakyat hanya akan didengar ketika diam? Apakah laporan hanya akan dibaca ketika tidak menyentuh penguasa?

Kebungkaman ini bukan hanya kelalaian administratif. Ini adalah bentuk pembiaran yang sistematis. Ini adalah pengkhianatan terhadap amanah rakyat.

Kami Tidak Akan Diam dan menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, media, dan pegiat hukum untuk terus mengawal kasus ini. Jangan biarkan hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Jika hari ini pelaku korupsi bisa berlindung di balik meja kekuasaan, maka besok rakyat tak akan lagi percaya pada negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *