Waduh! Dua Proyek Satu Lokasi di RSUD Maros, Nilai Rp9,3 Miliar Picu Desakan Audit

MAROS | SUARAHAM – Tim Investigasi suaraham.com menemukan dugaan kejanggalan serius dalam pelaksanaan dua proyek pembangunan di RSUD dr. La Palaloi, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

Kedua proyek dengan total nilai lebih dari Rp9,3 miliar, ternyata berada di lokasi yang sama, yakni kawasan Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tersebut.

Temuan media di lapangan mengungkap adanya dua papan proyek resmi yang terpasang di kompleks IGD:

Renovasi Lanjutan IGD RSUD dr. La Palaloi
Nilai Kontrak: Rp7.560.851.840,51
Pelaksana: CV. Lima Jaya Perkasa
Durasi: 180 hari kalender
No. Kontrak: 027/942/SP-BRLB-IGD/DAK-RSUD/VI/2025

Renovasi Kantor RSUD (Lantai 2 IGD)
Nilai Kontrak: Rp1.826.396.248,33
Pelaksana: CV. Sumber Rezky Jaya
Durasi: 180 hari kalender
No. Kontrak: 027/814/SP-BRBK/DAU-RSUD/V/2025

Kemiripan lokasi kedua proyek tersebut memicu dugaan tumpang tindih anggaran atau bahkan potensi penggandaan paket kegiatan di area yang sama. Apalagi, durasi dan periode pekerjaan proyek juga berlangsung secara bersamaan.

Saat dikonfirmasi, Direktur RSUD dr. La Palaloi menegaskan bahwa proyek senilai Rp1,8 miliar bukan bagian dari renovasi IGD lantai satu, melainkan proyek terpisah untuk ruang manajemen yang terletak di lantai dua gedung IGD.

“Papan proyek itu bukan bagian dari renovasi IGD. Renovasi IGD hanya di lantai satu. Info teknisnya bisa dikonfirmasi ke Kabid Sarana dan Prasarana,” ujar Direktur RSUD kepada media

Sementara itu, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana, Muh. Maudu, merinci bahwa proyek Rp1,8 miliar memang ditujukan untuk renovasi ruang kantor manajemen di lantai dua gedung IGD, dan merupakan paket berbeda dari proyek renovasi IGD senilai Rp7,5 miliar.

“Itu proyek renovasi lantai 2 IGD untuk kantor manajemen RSUD. Paketnya berbeda dan punya papan proyek tersendiri,” jelas Maudu.

Namun, penjelasan itu belum meredam keraguan publik. Beberapa pengamat kebijakan anggaran menilai, tumpang tindih lokasi proyek dengan nilai besar dalam satu kawasan rawan disalahgunakan jika tidak ada kejelasan batas fisik pekerjaan.

“Kalau dua proyek ini nilainya mencapai Rp9,3 miliar dan berada di area yang sama, publik berhak tahu batas pengerjaannya. Kalau tidak transparan, ini bisa menjadi pintu masuk penyalahgunaan,” kritik MH, pemerhati anggaran publik asal Makassar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *