DAERAH  

Proyek DAK Fisik Rp 6,3 Miliar Gagal, Karang Taruna Minta Audit Terbuka dan Diberi Sanksi Kontraktor Nakal

MAMASA I SUARAHAM — Semangat gotong royong masyarakat Desa Uhailanu, Kecamatan Aralle, Kabupaten Mamasa, berbuah aksi nyata. Setelah sukses memperbaiki sendiri jalan poros Uhailanu–Ralleanak yang rusak parah akibat proyek mangkrak.

Kini Karang Taruna bersama masyarakat menuntut audit terbuka atas penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik senilai Rp 6,3 miliar yang diduga gagal dikerjakan.

Proyek penanganan jalan yang bersumber dari DAK Reguler 2023 dan dikerjakan oleh CV. GIO PRATAMA itu kini menjadi sorotan publik. Pasalnya, hingga kini jalan tak kunjung rampung, sementara dana miliaran rupiah telah terserap.

“Kegagalan proyek ini bukan hanya kegagalan kontraktor, tapi kegagalan negara dalam mencapai prioritas nasional di bidang infrastruktur. Akuntabilitas dana DAK harus diawasi secara ketat, bukan ditutup-tutupi,” tegas Nurwahyudi, Ketua Karang Taruna Desa Uhailanu, Rabu (23/10/2025).

Menurutnya, proyek ini semestinya berada dalam pengawasan ketat Pemkab Mamasa, BPK, Inspektorat Jenderal Kemenkeu, hingga Kejaksaan atau KPK, karena menyangkut penggunaan uang rakyat yang bersumber dari APBN.

Karang Taruna dan masyarakat Desa Uhailanu secara resmi menyampaikan tiga tuntutan utama kepada pemerintah dan aparat penegak hukum:

Audit Forensik DAK Rp 6,3 Miliar
Masyarakat menuntut Pemkab Mamasa dan Dinas PU untuk segera mengumumkan jadwal dan hasil audit terbuka atas proyek tersebut.

Sanksi Tegas dan Putus Kontrak
CV. GIO PRATAMA diminta diblacklist secara permanen karena dianggap gagal melaksanakan pekerjaan sesuai perjanjian.

Proses Hukum oleh Kejaksaan
Dugaan kuat adanya kerugian negara harus segera ditindaklanjuti melalui investigasi resmi oleh Kejaksaan Negeri Mamasa.

Nurwahyudi menegaskan, gotong royong yang dilakukan masyarakat bukan bentuk pengampunan terhadap kegagalan proyek, tetapi aksi darurat kemanusiaan agar warga tetap bisa melintas dengan aman.

“Kami memperbaiki jalan bukan karena proyeknya selesai, tapi karena negara absen. Jangan ada pejabat yang menganggap masalah ini selesai hanya karena rakyat sudah turun tangan. Itu bentuk pengkhianatan ganda,” tegasnya.

Ia juga memperingatkan agar tidak ada pihak yang mencoba “mendinginkan” isu ini demi kepentingan tertentu.
“Kami menolak upaya normalisasi! Perjuangan ini baru berakhir setelah ada audit transparan dan sanksi tegas bagi pihak yang lalai,” ujarnya lantang.

Kini, masyarakat menanti sikap tegas Pemkab Mamasa dan aparat penegak hukum. Cor jembatan hasil swadaya warga masih dalam tahap pengeringan—sebuah simbol kecil dari perjuangan besar rakyat yang menagih tanggung jawab negara.

“Kami sudah bekerja dengan tangan kami sendiri. Sekarang, saatnya pemerintah dan penegak hukum bekerja dengan hati dan kewenangan mereka!” tutup Nurwahyudi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *