METRO  

Dikeluhkan, Oknum Lapas Makassar Diduga Tagih Rp300 Ribu per Napi untuk Konsumsi dan TV Blok

MAKASSAR I SUARAHAM – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali menyeruak di Lapas Kelas I Makassar. Kali ini, keluhan datang dari orang tua narapidana yang mengaku dimintai pembayaran sebesar Rp300 ribu per orang untuk napi yang menempati Blok E2, terutama bagi mereka yang sudah mendekati masa pembebasan.

Informasi tersebut diterima redaksi Suaraham.com dari salah satu orang tua napi yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan. Ia menuturkan bahwa permintaan pembayaran itu disampaikan sebagai kewajiban untuk uang konsumsi dan iuran TV blok.

“Katanya Rp300 ribu itu untuk uang konsumsi dan TV blok. Tapi ini permintaan dari oknum dan bloknya, bukan resmi. Kami sebagai orang tua tentu keberatan, apalagi anak kami sudah mau bebas,” ujarnya dengan nada kecewa.

Keluhan ini membuka tabir adanya praktik kewajiban pembayaran yang tidak memiliki dasar aturan. Terlebih, permintaan itu disebut-sebut dilakukan secara sistematis di dalam blok tertentu, sehingga memperkuat kecurigaan adanya pungli yang telah menjadi pola.

Sumber ini mengaku dirinya tidak memiliki keberanian untuk mengadukan hal ini secara resmi karena khawatir kondisi anaknya di dalam lapas akan terganggu.

“Kalau kami protes, takutnya anak kami di dalam yang kena imbas. Jadi kami diam, tapi lama-lama tidak bisa begini terus. Harus ada yang bersuara,” tambahnya.

Ia juga menyampaikan bahwa beberapa orang tua napi lainnya mengalami hal yang sama, namun memilih diam karena khawatir hal tersebut dapat memperburuk situasi bagi keluarganya yang sedang menjalani masa hukuman.

Saat Suaraham.com mencoba mengkonfirmasi dugaan pungli ini kepada Kesatuan Pengamanan Lapas (Kantib) Kelas I Makassar, Endus, tanggapan yang diberikan justru sangat singkat.

Dalam pesan WhatsApp, ia hanya menjawab, “Maaf lagi zoom.” Tidak ada tindak lanjut berupa pertanyaan atau permintaan detail terkait laporan.

Tak lama kemudian, Endus kembali membalas pesan dengan menyebut “negatif info tersebut.” Pernyataan itu langsung menolak informasi tanpa mengetahui bahwa laporan berasal dari pengalaman langsung orang tua napi yang menjadi korban pungutan.

Sikap konfirmasi yang singkat dan terkesan terburu-buru tersebut memunculkan pertanyaan publik: benarkah pihak lapas berupaya menelusuri persoalan ini, atau justru menutup mata?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *