Proyek DAK Rp6,3 M Mangkrak, AMDM Ultimatum DPRD 3×24 Jam atau Aksi Jilid II Meletus

MAMASA I SUARAHAM – Aksi demonstrasi besar yang digelar Aliansi Masyarakat Desa Menggugat (AMDM) pada Selasa (04/11) kembali menyorot tajam persoalan proyek DAK senilai Rp6,3 miliar yang mangkrak dan diduga akibat kelalaian sistematis Pemerintah Kabupaten Mamasa.

Aksi yang berlangsung di Kantor Bupati Mamasa dan Gedung DPRD Mamasa itu menghasilkan dua komitmen berbeda antara Pemkab dan legislatif.

AMDM menyatakan mengapresiasi langkah tegas Wakil Bupati, namun memberikan ultimatum keras kepada Komisi II DPRD untuk segera menepati janji yang disampaikan.

Panglima Tempur AMDM, Nurwahyudi, menegaskan bahwa tuntutan massa adalah tindakan hukum dan politik yang tidak boleh ditunda.

Dalam dialog terbuka, Wakil Bupati Mamasa menyatakan komitmen tegas bahwa Pemkab akan:

Melakukan Pemutusan Kontrak Mutlak terhadap CV GIO PRATAMA atas dugaan wanprestasi berat.

Memulai proses Blacklist Permanen terhadap perusahaan tersebut.

Melakukan evaluasi internal terhadap Kepala Dinas PU yang dinilai lalai dalam pengawasan proyek DAK.

“Kami mengapresiasi ketegasan Bapak Wakil Bupati yang telah memenuhi tuntutan blacklist kami. Ini adalah pengakuan resmi Pemkab bahwa telah terjadi kelalaian dan wanprestasi. Komitmen ini harus segera diwujudkan dalam SK resmi,” tegas Nurwahyudi.

Di Gedung DPRD, Ketua Komisi II menyampaikan dua komitmen:

Memanggil Kepala Dinas PU dan CV GIO PRATAMA dalam RDP.

Menekan CV GIO PRATAMA agar membayar seluruh upah kerja dan material masyarakat yang belum dibayarkan.

Meski demikian, AMDM menilai komitmen tersebut baru sebatas lisan.

“Kami hargai janji RDP, tapi ini baru janji. AMDM memberikan ULTIMATUM KERAS 3×24 JAM kepada Komisi II DPRD. Jika tidak ada realisasi pembayaran dan RDP, maka kami anggap DPRD telah ingkar janji,” ujar Nurwahyudi.

Ia menegaskan bahwa massa siap melakukan aksi lanjutan (jilid II) dengan skala yang lebih besar dan melanjutkan long march ke Kejaksaan Negeri untuk mendesak pengusutan dugaan tindak pidana korupsi.

AMDM juga menekankan bahwa tindakan administratif Pemkab—pemutusan kontrak dan pengakuan adanya kelalaian—harus menjadi pintu masuk bagi penegakan hukum.

AMDM mendesak:

Polda Sulbar menjadikan pengakuan Pemkab sebagai dasar mempercepat penyidikan dugaan Tipikor penyalahgunaan wewenang yang diduga melibatkan pejabat Pemkab serta oknum aparat dalam jaringan subkontrak ilegal.

“Ini momentum untuk membersihkan praktik buruk dalam proyek daerah,” tegas AMDM.

AMDM menyatakan tetap menunggu komitmen tertulis dan resmi dari Pemkab dan DPRD. Warga desa yang terdampak proyek mangkrak itu disebut masih dalam kondisi siap siaga hingga ada realisasi nyata.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *