HUKRIM  

Kasus Pungli PPG dan Korupsi Rp87 Miliar UNM Tak Kunjung Tuntas, Aktivis Sebut Ada ‘Tangan Besar’ Mengatur

MAKASSAR I SUARAHAM — Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) kembali menjadi sorotan publik.

Lambannya penanganan dua kasus besar yang menyeret nama Universitas Negeri Makassar (UNM) dugaan pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Tak hanya itu dugaan korupsi proyek revitalisasi senilai Rp87 miliar juga menuai kritik keras dari para pemerhati pendidikan.
Makassar, Rabu (5/11/25).

Jenderal Lapangan Aksi, Erwin, menegaskan bahwa kedua kasus tersebut justru menunjukkan ketidakseriusan aparat penegak hukum.

“Kejahatan yang berpotensi merugikan keuangan negara dan merugikan para peserta PPG yang sebagian besar adalah guru honorer” Tegas Erwin

Erwin menyebut bahwa laporan dugaan korupsi revitalisasi UNM yang mencapai Rp87 miliar telah masuk ke Kejati Sulsel dan juga Polda Sulsel. Indikasi yang mencuat meliputi:

1. Dugaan mark-up anggaran,

2. Pelanggaran prosedur pengadaan,

3. Penunjukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang dinilai tidak memenuhi syarat kompetensi.

“Puluhan saksi dari internal UNM memang sudah diperiksa, tetapi faktanya kasus ini masih berkutat di tahap klarifikasi ” Kritik Erwin

Menurutnya tidak ada perkembangan berarti. Dengan nilai sebesar itu, kenapa penyidik begitu lama hanya pada tahap awal.

Aliansi Pemerhati Pendidikan mempertanyakan lambannya proses klarifikasi ini dan mendesak aparat untuk melibatkan BPK atau Inspektorat guna memastikan potensi kerugian negara secara lebih cepat dan akurat.

Tidak hanya itu, dugaan pungli dalam kegiatan ramah tamah, yudisium, dan wisuda PPG UNM juga dinilai berjalan di tempat.

Para peserta PPG yang membayar sejumlah biaya dari kantong pribadi — sebagian besar merupakan guru honorer yang kondisi ekonominya terbatas tidak mendapatkan kejelasan atas laporan yang sudah dilayangkan.

“Penanganan dugaan pungli PPG ini seperti sengaja dibiarkan menggantung. Tidak ada transparansi, tidak ada progres yang jelas, dan tidak ada keberpihakan kepada para korban.” tegas Erwin.

Aliansi Pemerhati Pendidikan menuntut Kejati Sulsel melakukan audit investigatif menyeluruh dan menindak siapa pun yang terbukti terlibat.

Aliansi Pemerhati Pendidikan menilai bahwa keterlambatan dan ketidakjelasan ini berpotensi mencederai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum dan memunculkan dugaan adanya permainan yang menghambat proses.

Mereka menuntut Kejati dan Polda Sulsel untuk:

Mempercepat proses hukum, terutama kasus revitalisasi Rp87 miliar, dan segera menaikkannya ke tahap penyidikan bila alat bukti telah terpenuhi.

Meningkatkan koordinasi antara Kejati dan Polda Sulsel untuk menghindari tumpang tindih serta mempercepat pengungkapan kasus.

Membuka informasi secara transparan kepada publik mengenai setiap perkembangan penanganan perkara.

“Kami menunggu komitmen nyata dari aparat penegak hukum. Jangan sampai dua kasus besar ini berlalu begitu saja tanpa kepastian. Integritas anggaran dan dunia pendidikan harus dijaga.” tutup Erwin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *