Berita  

Saling Balas Komentar di Medsos, HM dan BS Bersitegang hingga akan ke Ranah Hukum

Saumlakisuaraham.com -Pemberitaan mengenai persoalan tutur kata seorang guru berinisial HM yang sempat ramai diperbincangkan di media sosial ternyata hanya merupakan kesalahpahaman atau miskomunikasi. Hal itu terjadi karena pesan yang disampaikan tidak dipahami dengan benar oleh penerima, atau karena maksud dari pengirim tidak tersampaikan sebagaimana yang dimaksudkan.

Diketahui bahwa awal mula persoalan ini muncul ketika BS mempublikasikan sebuah video klarifikasi, yang kemudian mendapat komentar dari seseorang berinisial HR. Komentar HR itu lalu ditanggapi oleh HM di Facebook (FB), dan akhirnya menimbulkan perdebatan antara HM dan BS.

Yang disayangkan, percakapan dan perdebatan antara HM dan BS di media sosial tersebut kemudian diteruskan oleh BS ke salah satu media online, yang lalu merilisnya dengan judul: “Etika Berbahasa Guru SD Inpres di Medsos Dipertanyakan.”

Brikut salah satu kutipan percakapan antara HR, SA, BS, dan HM di media sosial:

“HR: “Kalau tanganmu tidak mampu meringankan beban orang lain, setidaknya jangan gunakan mulutmu untuk merendahkan orang lain.”

SA: “Hei, kamu kira saya orang rendahan seperti kamu? Coba bercermin, lihat wajah dan kehidupanmu selama ini. Apakah kamu sudah benar? Saya malah kasihan padamu.”

BS: “Tidak pernah menjalankan tugas tapi tetap terima gaji, hidup sudah bagaimana itu?”

HM: “Kamu bilang suami saya, coba kamu bercermin dulu. Apakah dirimu sendiri sudah benar? Perilakumu juga tidak pantas, lalu bicara soal orang lain.”

Menurut HM, dari kronologi percakapan tersebut dapat dinilai bahwa kata “ose” (kamu) pertama kali digunakan oleh suami BS, yakni SA, sehingga istri HR membalas menggunakan kata yang sama.

Akibat perbuatan tersebut, HM merasa dirinya dirugikan, sebab percakapan itu tidak dimaksudkan untuk menjatuhkan atau menjelekkan siapa pun. HM menilai adanya miskomunikasi, namun kini berencana melaporkan BS ke Polres Kepulauan Tanimbar atas dugaan pencemaran nama baik.

Disisi lain seorang praktisi berinisial PT menyampaika bahwa, “jaman sekarang aturan itu secara telanjang dapat dibaca dan dipahami semua orang, sementara untuk pokok  permasalahannya yaitu pembayaran gaji Badan Permusyawaratan Desa (BPD) hal tersebut  tinggal di jawab, sudah atau belum sederhana, tentang aturan dan UU itu namanya Logical fallacy karena birokrasi desa diselenggarakan dengan cara sederhana, yang penting outputnya dirasakan masyarakat . Apalagi penjelasan sekdes secara luas tidak lalu merubah realita bahwa ada ketidak beresan yang sedang didiamkan hanya karena faktor malu hati.” Ujarnya.

Pihak-pihak yang berselisih belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan tersebut, upaya konfirmasi oleh media belum menuai hasil hingga berita ini diterbitkan.

Hal ini menjadi pembelajaran penting bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam berkomunikasi di media sosial, serta mengingatkan pentingnya menjaga etika berbahasa, terutama bagi figur publik seperti tenaga pendidik dan aparatur desa.

Bersambung….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *